Rikoh Manogar Siringoringo
Pembuka
Jalan Selam Ilmiah
Setelah puluhan tahun berlangsung di Indonesia, kegiatan
penyelaman ilmiah mulai mendapat jalan untuk proses standarisasi. Pembukanya
adalah Rikoh Manogar Siringoringo, orang Indonesia pertama yang beroleh lisensi
European Scientific Diver dari The German Commission for Scientific Diving.
Rikoh saat ini bekerja
sebagai peneliti muda di Pusat penelitian Oseanografi-Lembaga (P2O-LIPI) dengan
bidang keahlian ekologi terumbu karang. Ia memperoleh lisensi European
Scientific Diver (ESD) pada Juli 2016.
Ia menjalani pelatihan dan
ujian teori serta praktik selama sekitar enam pecan di Jerman dan Swedia
bersama Sembilan peserta lain dari Jerman, Finlandia, Norwegia, Spanyol dan
Swedia pada April-Juni. Proses itu ditempuh berdasarkan aturan German Social
Accident Insurance (DGUV) dan ESD.
Dilahirkan dari pasangan
guru, Rusma Sinaga dan Japanal Siringoringo, Rikoh dikenal punya tekad tinggi.
Anak kedua dari lima bersaudara itu bergabung di P20-LIPI pada 1996 sebagai
teknisi di laboratorium coral. Sejak saat itu, ia langsung terlibat dalanm
puluhan kali penyelaman dan pekerjaan bawah air. Ia mendalami dunia bawah air.
Latar belakang S1 sebagai
sarjana teknik tak menghalanginya mempelajari laut. Rikoh kuliah lagi untuk
menggapai gelar magister sains bidang ilmu biologi laut.
Setelah mendapat sertifikat
selam pertama (A1), Rikoh melanjutkan ke jenjang dive master (A4). Tahun 2011, lisensi selamnya sudah berstatus
instruktur. Pada 2015, ia memperoleh lisensi instruktur jenjang B2 atau satu
tingkat sebelum jenjang maksimal B3 dalam system POSSI-CMAS (Persatuan
Indonesia-Confederation Mondiale des Activies Subaquatiques).
“Awalnya ada program
pelatihan dari Jerman ke Indonesia di Bali selama satu minggu. Yang ikut berbagai
instansi dan universitas” kata Rikoh tentang kisahnya beroleh lisensi ESD. Ia
bercerita diruang kerjanya di P20-LIPI Jakarta, 29 Agustus.
Selama pelatihan, Rikoh yang
saat itu sudah menjadi instruktur selam dengan lisensi B1 disertakan sebagai
asisten dan belajar banyak pengetahuan baru. Setelah program itu kelar, ia
tetap menjalin koresponensi dengan sejumlah instruktur asal Jerman, salah
satunya Dr Andreas Kunzmann.
Ia menanyakan kemungkinan
untuk mendapat lisensi ESD. Jawaban yang ia terima adalah ia mesti memperbaiki
kemampuan bahasa inggris persiapan fisik menyusul cuaca dingin mendekati nol
derajat Celsius, dan biaya yang relative mahal.
“Sesulit
apa, sih? Saya antara takut dan berani” ujan Rikoh tentang pikirannya saat itu.
Kantor
tempat Rikoh bekerja juga sempat ragu untuk mengirimnya karena biaya yang mesti
dikeluarkan relative besar. Selain itu, ada pertanyaan tentang manfaat lisensi
itu bagi kantor. Ia akhirnya bisa menepis keraguab utu dengan meyakinkan
keuntungan jangka panjang, yakni nantinya Indonesia bisa melakukan standarisasi
selam ilmiah.
Singkat
cerita argumentasinya diterima. Ia pun berangkat ke Jerman dan berjuang merebut
lisensi ESD. Ia berhasil mendapatkan lisensi idamannya itu.
“Rikoh
merupakan orang pertama di Asia yang memperoleh lisensi ini dan Indonesia
berpeluang untuk mengembangkan hal ini,” kata Andreas Kunzmann di Bandara
Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta, awal Agustus. Selain Eropa, kawasan lain
yang sudah menerapkan standar ini adalah Amerika Serikat, Kanada, dan Australia.
Menurut
Kunzmann yang juga peneliti ZMT (Pusat Ekologi Kelautan Tropis) Bremen dan
pengajar di Universitas Bremen, Jerman, pencapaian Rikoh terbilang istimewa
karena lulus dari pelatihan dan ujian ESD di Helgoland, Jerman, dan
Kristineberg, Swedia.
“Ia
(Rikoh) harus melakukan penyelaman dengan suhu mendekati nol derajat Celsius
dengan menggunakan dry suit (pakaian
selam khusus perairan dingin),” ujarnya.
Nilai
penting
Keberhasilan
Rikoh penting bagi selam ilmiah Indonesia. Ia membuka jalan bagi Indonesia
untuk melakukan standarisasi selam ilmiah. Dengan standarisasi akan terjadi
keseragaman metodologi, prinsip, dan pemahaman diantara banyak institusi yang
selama ini melakukan penyelaman ilmiah.
Standarisai
selam ilmiah juga penting secara geopolitik untuk menjaga kedaulatan Indonesia.
Dengan aturan terstandarisasi yang dijalankan oleh lembaga dibawah pemerintah,
maka segala aktivitas penyelaman ilmiah yang melibatkan warga Negara asing bisa
diawasi kepentingannya.
Standarisasi
juga bisa mendorong perusahaan asuransi untuk bersedia menyediakan perlindungan
kerja bagi penyelam ilmiah. Selama ini, penyelaman ilmiah di Indonesia dinilai
beresiko tinggi akibat belum terstandarisasi.
Penyelam
ilmiah berbeda dengan penyelaman wisata, terutama pada prosedur dan peralatan.
Dalam penyelaman ilmiah, pnyelam bekerja dengan tali pengaman dan terhubung
serta diawasi dua rekan mereka di permukaan.
Pada
penyelaman wisata, para penyelam yang dipandu “dive master” menyelam secara berpasangan (buddy system) dan saling mengawasi agar bisa membantu tatkala
dibutuhkan.
Siapkan
penerus
Saat
ini Rikoh tengah menyiapkan dua penyelam Indonesia, yang bakal di seleksi lagi
menjadi sepuluh penyelam untuk dididik sebagai penyelam ilmiah dengan
kualifikasi seperti dirinya. Selain Rikoh. Lima instruktur dari Jerman juga
akan turut melatih dan menguji 10 penyelam itu sesuai dengan standar The German
Commision For Scientifice Diving.
Lembaga
itu merupakan bagian dari European Scientifice Diving Panel yang didirikan
sejak The European Scientifice Diving Committee dibentuk di Jerman pada 2007.
Kelak, lisensi yang diperoleh para penerus Rikoh bakal dikeluarkan LIPI.
Pada
bagian selanjutnya, LIPI diharapkan menjadi pusat pelatihan bagi Negara-negara
lain dikawasan Regional terutama yang terkait dengan Coral Triangle
initiative-Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF), yakni Malaysia,
Philifina, Timor-Leste, Kep. Solomon, dan Papua Nugini.
Saat
ini Indonesia memliki keterbatasan SDM dalam pengelolaan terubu karang,
sementara disisi lain kondisi terumbu karang di Indonesia makin menurun. Ini
belum termasuk bidang-bidang lain penyelaman ilmiah seperti geologi kelautan,
arkeologi maritime dan bawah air, biologi kelautan, dan sebagainya.
Selain berhasrat terus mengembangkan
selam ilmiah untuk riset bawah laut, Rikoh masih memendam satu keinginan lain,
yakni menyelam di Danau Toba.
Sumber : KOMPAS, 27 SEPTEMBER 2016
Penulis : INGKI RINALDI
Isti Rismaya
41.1A.05
41160018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar